CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, 10 Oktober 2010

MANFAAT APEL DAN UPACARA BENDERA

Apel/upacara sebenarnya juga bagian dari interaksi edukatif dan instrument/alat yang cukup efektif untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai tertentu serta upaya mengaktualkan potensi-potensi insan didik. Nilai-nilai tersebut diantaranya :

1. Potensi Kepemimpinan
Setiap siswa secara bergilir diberi kesempatan untuk tampil memimpin apel/upacara . Sebagai pemimpin apel dituntut untuk melakukan aba-aba/tindakan-tindakan tertentu, dalam satu tahun ajaran seorang siswa dapat memperoleh beberapa kali memimpim teman-temannya.

2. Tertib Sosial Normatif lmperatif
Ada aba-aba dan tata cara yang baku yang memimpin maupun yang dipimpin. Ketika seseorang berperan memimpin harus bisa memainkan peran sesuai posisinya. Begitu juga yang berposisi yang dipimpin. Dari sini diharapkan tumbuh kesadaran bahwa pada setiap kelompok sosial demi tertib sosial terdapat aturan-aturan/norma-norma yang bersifat imperative/memaksa sebagai konsekuensi seseorang memasuki suatu kelompok sosial.

3. Rasa Percaya Diri
Pengalaman membuktikan sebagian siswa masih mengalami demam tampil/ndredeg ketika harus tampil memimpin. Namun, umumnya hilang ketika giliran kedua atau seterusnya.

4. Kebersamaan/Jiwa Korsa/Esprit de Carps
Dalam posisi apel/upacara, untuk melanjutkan ke gerakan/aba-aba berikutnya ditempuh jika aba-aba/perintah sebelumnya telah sepenuhnya dilaksanakan. Manakala ada satu/sebagian siswa lalai/tidak mematuhi aba-aba, maka “tersanderalah” seluruhnya. Melalui pembiasaan yang demikian, diharapkan tumbuh kesadaran akan kebersamaan. Diri seseorang adalah bagian dari kelompok-(nya).

5. Tanggungjawab
Ada sejumlah hal yang harus dilaporkan seperti jumlah, kurang, hadir, dan keterangan masing-masing yang berhalangan hadir. Pemimpin harus secara akurat melaporkannya kepada guru. Yang demikian dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan sikap koreksi dan tanggungjawab

6. Tenggang Rasa
Sekali lagi pengalaman membuktikan meski seseorang sebelumnya sudah mempersiapkan diri namun ketika tampil memimpin acapkali masih melakukan kekeliruan. Temyata berperan sebagai pemimpin tak semudah yang menerima/melaksanakan aba-aba. Pengalaman-pengalaman seperti ini akan menumbuh-kembangkan kesadaran tenggang rasa.

7. Loyalitas Kritis Berjiwa Merdeka
Ketika sang pemimpin melakukan kesalahan (misal : dalam memberi aba-aba, laporan, gerakan tertentu) maka anak buah (teman-teman sekelasnya) yang dalam posisi dipimpin wajib memberikan koreksi dengan ucapan “ulangi” pernyataan korektif tersebut dilakukan sebanyak kesalahan yang dilakukan pemimpin dan baru tidak dilakukan lagi manakala sudah benar.

Dari tradisi yang demikian diharapkan tertanam kesadaran sikap loyal sekaligus kritis bukan mentalitas “yes man” atau loyalitas tanpa reserves. Anak buah dan/atau staf yang loyal adalah yang bisa mendukung sekaligus mengingatkan/mengoreksi. Loyalitas yang benar adalah loyalitas kepada person/pribadi orang yang kebetulan menjabat. Kepatuhan yang sehat dan rasional adalah kepatuhan bersyarat yaitu selama perintah/kebijakan pimpinan tidak keluar dan merusak misi organisasi dan secara hakiki bisa dipertanggungjawabkan secara horisontal (kepada sesama manusia) maupun vertikal (kepada Tuhan).
Karena itu kita juga harus bisa membedakan wilayah kedinasan/wilayah publik dengan wilayah privat/pribadi. Jika ini terwujud maka tidak hanya oleh negara secara formal melainkan juga secara riil dimiliki setiap masyarakat. Setiap warga negara dalam kondisi seperti ini secara teoritik kesalahan-kesalahan kolektif dapat dihindarkan, baik dalam konteks organisasi yang kecil maupun besar (negara).

Jumat, 22 Januari 2010

PERLUKAH KESIAPAN MENTAL DAN FISIK SISWA SMK DISIAPKAN
SEBELUM MASUK DI DUNIA KERJA ???

Diawali dari keluhan para tamatan peserta didik yang mulai masuk di dunia kerja dari tahun ketahun membuat para pendidik di SMK prihatin karena para senior atau pegawai yang ada di tempat kerja tidak bersahabat bahkan sikapnya jauh seperti saat mereka kita terjunkan selama masa prakerin, tetapi ada juga yang memang dengan sengaja mereka melakukan semua itu hanya untuk melihat sejauh mana mental, kemauan kerja dan kemampuan kerja anak-anak muda yang masih belum 20 tahun tersebut, Kenapa????? Menjadi tanda tanya besar. Dalam benak saya sebagai pendidik apa yang mesti kita siapkan untuk anak -anak didik kita dalam menghadapi lapangan kerja yang sedemikian itu sehingga mereka benar-benar siap saat mereka terjun di lapangan kerja, selain skill yang mereka dapatkan di sekolah.
Banyak hal yang dialaminya saat mulai bekerja bahkan saat trainingpun sudah mengalami tekanan-tekanan fisik bahkan mental yang dirasakannya, mereka melakukannya secara halus sehingga mereka merasa menyesal masuk di dunia kerja yang sudah banyak mengeluarkan biaya untuk mendapatkan license atau kompetensi keahlian khusus sebagai tambahan pendidikan yang harus dimiliki sebelum masuk kerja setelah lulus dari SMK. Mereka merasa down dan menyalahkan dirinya bahkan menyalahkan lembaga pedidikan, mereka kebanyakan diberi masukan oleh para senior untuk masuk kuliah ke fakultas teknik sebelum kerja. Akhirnya tidak sedikit mereka kemakan pembicaraan tersebut dan keluar dari pekerjaan yang selama ini diidamkan.
Sebagai seorang pendidik saya berpikir : 1. Secara akademis para peserta didik sudah cukup bekal untuk terjun ke dunia kerja. 2. Dengan usia yang mudah yang belum memasuki usia 20 tahun secara teori, mental mereka masih labil dalam arti belum matang untuk bersosialisasi dengan para pekerja yang usianya jauh diatasnya. 3. Belum adanya kesiapan kerja yang terbentuk secara matang pada diri peserta didik, sehingga belum tercapai perpaduan antara tingkat kematangan, pengalaman-pengalaman yang diperlukan, serta keadaan mental dan emosi yang serasi.
Menurut Gulo (1987:240) kesiapan adalah satu titik kematangan untuk menerima dan mempraktikkan tingkah laku tertentu. Sebelum masa ini dilewati tingkah laku tersebut tidak dapat dimiliki walaupun melalui latihan yang intensif dan bermutu. Seseorang baru dapat mengerjakan sesuatu apabila di dalam dirinya sudah terdapat kesiapan untuk dapat mengerjakannya. Sesuai dengan kenyataan adanya karakteristik individu maka pola pembentukan kesiapan berbeda-beda pula di dalam diri masing-masing individu.

Apa yang terjadi pada peserta didik selepas dari SMK dan masuk di dunia kerja mereka kaget karena kenyataannya para pekerja yang ada tidak seperti pada masa prakerin atau job training (OJT) sehingga tidak sedikit yang mengalami penurunan mental dan gagal untuk bekerja di tempat idaman. Karena menurut pendapat God yang dikutip oleh Sukirin (1975) sebenarnya mereka belum dapat memadukan tiga faktor yaitu: (1) Tingkat kematangan; (2) Pengalaman-pengalaman yang diperlukan; (3) Keadaan mental dan emosi yang serasi, secara tidak disadarinya.

Dari semua uraian diatas maka sebagai pendidik di SMK hendaknya memberikan bekal seperti pendapat God tersebut diatas sehingga apa yang dialami para peserta didik dilapangan kerja tidak akan terjadi kegagalan dan menyalahkan dirinya sendiri.
Untuk para peserta didik di SMK sendiri seharusnya menyadari bahwa untuk masuk di sekolah kejuruan diperlukan sikap, mental dan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak disamping mempersiapkan skill selama 3 tahun belajar di sekolah juga menjaga kedisiplinan diri untuk masuk di dunia kerja yang diharapkan sebelumnya.

Mayoritas para peserta didik yang masuk di SMK menyamakan dirinya seperti para peserta didik di SMA, sehingga prilaku yang seharusnya mereka mau nggak mau harus dikendalikan secara sadar sebagai pekerja muda yang potensial akhirnya mereka lupa tujuan awal masuk di SMK. Mereka tidak menyadari apa yang dihadapi saat mereka lulus dari SMK, sehingga saat masuk dunia kerja tidak sedikit mereka merasa terkejut dengan apa yang dihadapi. Jadi sebagai peserta didik di SMK sudah seharusnya mereka sadar benar apa yang dipilihnya, sehingga secara mental dan fisik benar-benar siap sebagai tenaga muda yang berpotensi dan tenaga professional yang handal pada saatnya kelak, sehingga dalam proses pendidikan selama 3 tahun hanya membentuk skill yang diperlukan dalam dunia kerja sesuai dengan pilihannya dan pembentukan karakter sebagai pekerja juga didapatkan secara sadar.

Akhirnya kepada semua peserta didik di SMK diharapkan secara sadar bahwa kalian itu sudah dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, sehingga mau nggak mau kalian harus menyiapkan diri secara mental dan fisik serta skill dari awal, sehingga tidak merasa gagal dan menyesali diri masuk SMK.